Selasa, 29 Januari 2013

Syukur Nikmat dan Nikmat Syukur

“dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah. ( Qs. Al-Baqarah [2]:172)
Alhamdulilah, kita ucapkan syukur kepada Allah yang memberi segala kenikmatan. Syukur karena ditakdirkan jadi manusia normal tidak jadi hewan. Syukur ditakdirkan menjadi muslim tidak menjadi kafirin. Syukur diberi nikmatnya iman dan bisa beramal tidak menjadi munafikin atau fasikin. Syukur otak bisa berfikir normal sehingga dapat mencari dan menemukan keagungan dan kebesaran Allah yang dapat menuntunnya menemukan kebenaran dan arti hidup ini. Syukur bahwa Allah tidak pernah lupa memberi makan dan  minum setiap hari sehingga tubuh bisa kuat untuk beribadah. Syukur Allah memberi tempat berteduh sehingga dapat beristirahat dengan layak. Syukur karena Allah selalu memberi sesuatu untuk menutup aurat. Alhamdulillah.
Syukur, suatu kata yang sangat berbobot dan memberikan makna yang tidak terhingga. Allah telah menjamin dalam Al Quran, barang siapa yang bersyukur maka Allah akan menambah nikmat kepada orang tersebut. Sudahkan Anda bersyukur? Sudahkah Anda merasakan tambahan nikmat atas syukur Anda? Apakah Anda ingin mendapatkan nikmat yang lebih besar lagi? Lupakan mengeluh, mulailah perbanyak syukur.
Beragam pendapat ulama mengenai makna syukur. Diantara para ulama yang memberi pengertian tentang makna syukur, ialah:
Sahl bin Abdullah berkata: “ Syukur adalah bersungguh-sungguh dalam mencurahkan ketaatan di serta dengan menjauhkan diri dari perbuatan maksiyat, baik secara diam-diam ataupun terang-terangan.
Asy-sibli Berkata : “syukur adalah merendahkan diri dan senantiasa mengerjakan segala bentuk kebajikan, menantang hawa nafsyu, mencurahkan ketaatan, dan merasa di awasi oleh Dzat yang Maha Perkasa di langit dan di bumi.
Dzunnun berpendapat: “Taat adalah sykur kepada orang yang lebih tinggi darimu, balas budi adalah syukur kepada oranhg yang setara denganmu dan berbuat baik atau membantu adalah sykur kepada orang yang lebih rendah darimu.
Imam Al-Qusyairi menyebutkan tiga tingkatan syukur, di antaranya adalah:
1.Bersyukur dengan lidah [lisan] atas segala nikmat yang di berikan dengan penuh kerendahan hati.
2.Bersyukur dengan badan, yaitu dengan berkhidmat dan menggunakannya dalam kebaikan.
3.Bersyukur dengan hati, yaitu dengan menahan diri dan senantiasa menjaga hati dari hal-hal yang di haramkan.
Syukur merupakan akhlak para Nabi dan juga karakteristik para wali atau kekasih Allah. Bahkan Allah sendiri menamakan diri-Nya dengan nama Asy-Syakur (Maha mensyukuri/Maha Pembalas Jasa) sebagai mana terdapat di dalam beberapa ayat al-Qur’an:
“Dan menambah kepada mereka karunia-Nya, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lag Maha mensyukuri”. (Qs.Fathir:30)
Allah Maha Pembalas Jasa dan lagi Maha Penyantun”. (Qs. At-Taghabun:17)
“Sesungguhnya Allah Maha Penganmpun lagi Maha Mensyukuri”. (Qs.Asy-Syura:23)
Allah memerintahkan manusia untuk bersyukur, sebagaimana yang pernah di perintahkan kepada Lukman al-Hakim:
Dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. Qs. Lukman [31]:12
Rasulullah saw, adalah orang yang sangat pandai  bersyukur, bahkan beliau selalu berdoa meminta kepada Allah agar tetap di jadikan sebagai hamba yang bersyukur; “ Wahai Tuhanku, berilah pertolongan kepadaku untuk senantiasa mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu dan menjalankan sebaik-sebaik ibadah kepada-Mu”. (HR Abu Daud, An-Nasa’i, dan Ahmad)
Rasulullah senantiasa melaksanakan sholat malam sampai kakinya bengkak, lalu beliau di tanya: ”Mengapa engkau melakukan hal itu, sedang Allah telah mengampuni dosamu yang telah lalu maupun yang akan datang”. Rasulullah menjawab, “Tidak bolehkah saya menjadi hamba yang banyak bersyukur”.
Dua kelompok manusia
Ketika Nabi Sulaiman a.s. mendapatkan puncak kenikmatan dunia, beliau berkata,
Iapun berkata: “Ini Termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku Apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). dan Barangsiapa yang bersyukur Maka Sesungguhnya Dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan Barangsiapa yang ingkar, Maka Sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia”.  (An-Naml: 40).
Ketika Qarun mendapatkan harta yang sangat banyak, dia mengatakan,
Qarun berkata: “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku”. dan Apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka. (Al-Qashash: 78).
Dua kisah yang bertolak belakang di atas menghasilkan akhir kesudahan yang berbeda. Nabi Sulaiman a.s. mendapatkan karunia di dunia dan akhirat. Sedangkan Qarun mendapat adzab di dunia dan akhirat karena kekufurannya akan nikmat Allah.
Demikianlah, fragmen hidup manusia tidak terlepas dari dua golongan tersebut. Golongan pertama, manusia yang mendapatkan nikmat Allah dan mereka mensyukurinya dengan sepenuh hati. Dan golongan kedua, manusia yang mendapatkan banyak nikmat lalu mereka kufur. Golongan pertama yaitu para nabi, shidiqqin, zullada, dan shalihin (An-Nisa’: 69-70). Golongan kedua, mereka inilah para penentang kebenaran, seperti Namrud, Fir’aun, Qarun, Abu Lahab, Abu Jahal, dan para pengikut mereka dari masa ke masa.
Secara umum bahwa kesejahteraan, kedamaian dan keberkahan merupakan hasil dari syukur kepada Allah sedangkan kesempitan, kegersangan dan kemiskinan akibat dari kufur kepada Allah.
Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat. (An-Nahl 112)


 
Top