Suatu ketika, datanglah kepada Ibnu
Mas’ud seorang lelaki yang mengeluhkan kondisi kejiwaannya. Ia berkata,
“Wahai sahabat Nabi, berilah nasihat yang dapat aku jadikan obat bagi
jiwaku yang sedang resah gelisah. Dalam beberapa hari ini, aku merasa
tidak tenteram, hatiku terasa sempit, jiwaku gelisah, dan pikiranku
kusut, makan tak enak, tidur pun tak nyenyak.”
Ibnu Mas’ud pun menjawab, ”Kalau penyakit
itu yang menimpamu, bawalah hatimu mengunjungi tiga tempat, yaitu
tempat orang-orang yang membaca Al Qur’an, engkau baca Al Qur’an atau
engkau dengarkan baik-baik orang yang membacanya; atau engkau pergi ke
majelis ilmu (ke tempat pengajian) yang dapat mengingatkanmu kepada
Allah; atau engkau cari waktu dan tempat yang sunyi, di sana engkau
berkhalwat menyembah Allah, misalnya pada sepertiga malam terakhir pada
saat orang-orang tengah terlelap dalam tidurnya, engkau bangun
mengerjakan shalat malam, meminta dan memohon kepada Allah ketenangan
jiwa, kejernihan pikiran, dan kemurnian hati. Seandainya jiwamu belum
juga terobati dengan cara itu, mintalah engkau kepada Allah agar diberi
hati yang lain. Sebab, hati yang kamu pakai itu bukan lagi hatimu.”
Orang itu pun segera pulang ke rumahnya,
diamalkannya nasihat Ibnu Mas’ud tersebut dengan sungguh-sungguh. Dia
segera mengambil air wudhu, diambilnya Al Qur’an, lalu ia membacanya
dengan sepenuh hati. Setelah itu, hatinya menjadi lapang, kegelisahan
berangsur pergi berganti ketenangan yang mulai merasuk, pikiran pun
menjadi jernih kembali.
“Tidak ada kebaikan dalam ucapan kecuali delapan hal, yaitu:
ucapan tahlil, takbir, tasbih, tahmid, permohonanmu
terhadap kebaikan, perlindunganmu terhadap keburukan,
seruanmu pada kebaikan dan laranganmu terhadap kemunkaran,
serta tilawah Al Qur’an”
— Ar Rabi’ bin Khutsaim —
Tidak ada komentar:
Posting Komentar