Ritual Upacara Nyangku merupakan tradisi masyarakat setempat untuk menghormati leluhur Raja Panjalu bernama Borosngorayang biasa dilaksanakanan setiap bulan Maulud, pada minggu keempat. Ribuan masyarakat Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat, Indonesia mengahadiri acara perayaan Ritual Upacara Adat Nyangku.
Inti pada kegiatan Ritual Nyangku tersebut, pihak panitia penyelenggara mengatakan, yaitu untuk membersihkan benda-benda pusaka yang dimiliki oleh kerajaan Panjalu. (sumber http://www.wisataciamis.com/2009/09/sekilas-tentang-ritual-nyangku-di.html).
Sementara saya sendiri berpendapat bahwa Upacara Adat Nyangku bukan semata-mata hanya bentuk penghormatan terhadap leluhur Panjalu saja, lebih jauh merupakan saat-saat untuk berfikir dan mengevaluasi diri, dengan cara mengkritisi diri sendiri, mengakui perbuatan-perbuatan yg tidak sesuai dengan norma adat dan norma agama dalam upaya membangun pribadi turunan Panjalu yg lebih baik dan dinamis. Penyerapan makna Papagon Panjalu yang sarat akan nilai-nilai kebaikan menjadi dasar dan norma untuk diterapkan dalam prilaku setiap individu masyarakat Panjalu. Berpegang teguh pada aturan hukum dan agama, berprilaku jujur, saling menghargai antar sesama, saling menyayangi, menjauhkan diri dari sifat-sifat serakah, arogansi, dan anarkisme, dan berusaha menghidupi diri dan keluarga dari rezeki yang halal.
Seorang panitia pelaksana tradisi Nyangku, mengatakan tradisi tersebut sebagai penghormatan jasa kepada para leluhur Panjalu oleh warga keturunan Panjalu dengan melaksanakan semacam upacara adat disebut Nyangku.
Ia menjelaskan upacara tradisi tersebut dilaksanakan dengan membersihkan pusaka yang disakralkan masyakat Ciamis khususnya masyarakat Panjalu dan keturunan Raja Panjalu. Upacara Nyangku merupakan kegiatan yang dinanti-nanti masyarakat Ciamis, khususnya warga Panjalu, sehingga akan dihadiri oleh ribuan orang, termasuk dihadiri oleh para pejabat pemerintahan Kabupaten Ciamis.
Tradisi Nyangku ini konon telah dilaksanakan sejak zaman pemerintahan Prabu Sanghyang Borosngora, pada waktu itu, Sang Prabu menjadikan prosesi adat ini sebagai salah satu media Syiar Islam bagi rakyat Panjalu dan sekitarnya.
Masyarakat Panjalu maupun keturunan Panjalu yang datang dari berbagai daerah berkumpul di kampung halamannya untuk menghadiri upacara tersebut. “Bukan untuk memuja-muja barang peninggalan leluhur, tetapi upacara tersebut diselenggarakan untuk mengingat jasa dan perjuangan leluhur masyarakat Panjalu, yakni Prabu Sanghiang Borosngora. (sumber http://www.panjalu.com/content/view/64/1/)
Pukul 9.00 WIB upacara Nyangku dimulai dengan mengeluarkan benda-benda pusaka peninggalan Raja Panjalu Borosngora, seperti pedang, keris, kujang dari Bumi Alit. Perlakuan khusus diberikan pada pedang yang konon merupakan pemberian Sayyidina Ali (sahabat Nabi Muhammad saw.) ketika Borosngora berkunjung ke Mekah. Borosngora, Raja Panjalu yang arif dan bijaksana dianggap sebagai leluhur masyarakat Panjalu dan penyebar agama Islam pertama di daerah Panjalu. Benda-benda peninggalannya selama ini tetap terjaga, disimpan dan dirawat dengan baik di Bumi Alit, bangunan kecil berbentuk panggung di dekat Alun-alun Panjalu.
Setelah benda-benda pusaka peninggalan Borosngora dikeluarkan dari Bumi Alit, lalu dibawa dengan sangat hati-hati menuju tempat upacara. Benda-benda itu digendong, tak ubahnya menggendong anak bayi diiringi tetabuhan gembyung dan teriakan selawat.
Puncak upacara, yang sekaligus merupakan saat yang paling dinantikan, ditandai dengan pembersihkan benda pusaka tersebut menggunakan air yang diambil dari beberapa mata air yang dicampur jeruk nipis. (Sumber http://www.panjalu.com/content/view/64/1/)
Pandangan penulis:
Pedang dan pusaka lainnya adalah simbol yang menggambarkan iman, hati, fikiran, dan tindakan kita yang senantiasa harus selalu dirawat, dibersihkan, diperhalus juga dipertajam.
Perang kita bukan perang antar sesama, Nyangku adalah Genderang Perang Melawan Diri Sendiri. Mari renungkan....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar